Tak terasa 71 telah berlalu. Tepat pada hari yang bersejarah ini, 5 April 1952 di Gedung Nasional Kota Bogor, dua organisasi Islam di tanah Jawa Barat yaitu Perikatan Ummat Islam (PUl) berpusat di Majalengka dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUll) mendeklarasikan fusi (peleburan) menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI) sebagaimana yang kita kenal hari ini.
Hari dimana ikhtiar panjang akhirnya terwujud, karena gagasan fusi sesungguhnya telah bersemai sejak dua tokoh nasional ini, KH. Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi, telah membangun angan meleburkan dua organisasi yang mereka bangun demi agenda yang lebih besar.
“….. dengan penuh keikhlasan dan bertanggung jawab terhadap Allah SWT atas keselamatan Ummat Islam Indonesia serta berhasrat besar untuk bersatu dalam mencapai cita-cita Islam Raya dan Kebahagiaan Ummat di Dunia dan Akhirat, sebagai pencerminan hikmat Intisab menyatakan leburnya (fusi) kedua organisasi PUI dan PUll dengan berdirinya PERSATUAN UMMAT ISLAM”,
begitu cuplikan pernyataan FUSI PUI. Dua tokoh besar yang menjadi ketua delegasi, Moh. Djunaidi Mansur (Perikatan Ummat Islam(PUI)) dan R.Utom Sumaatmadja (Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII)) menjadi peletak fondasi organisasi PUI yang alhamdulillah tetap eksis hingga berusia 105 tahun di tahun 2023.
Perjalanan 71 tahun Fusi PUI bukanlah perjalanan yang mudah. Inilah masa-masa terberat bagi pimpinan, pengurus organisasi dan warga PUI yang menjadi saksi sejarah konsistensi nilai dan perjuangan PUI. Meskipun telah ditempa berbagai badai cobaan, kita semua harus berbangga karena kini PUI telah terus berkembang hingga memiliki 5 juta anggota/warga dan menjadi organisasi Islam terbesar ke-3 di Indonesia.
Puji syukur kepada Allah SWT kita haturkan, dan ucapan terima kasih pada pendiri, pendahulu dan orang-orang yang telah berjuang dan berkorban merawat PUI hingga tetap berdiri kokoh di abad 21 ini.Terkadang sejarah hanyalah sekumpulan cerita yang tak berenergi bila kita tak bisa memaknainya dengan baik. Bahkan sejarah akan terlupakan bila ia tak lagi didiskusikan, mungkin saja diselewengkan karena tidak ada yang mempedulikan.
Bahkan bisa terhapus bila tidak ada yang melanjutkan apa yang menjadi misi besar dari sejarah di masa lalu kita. Padahal sejarah adalah salah satu kunci mengapa kita masih bisa menghirup udara kemerdekaan saat ini, juga merupakan titik tolak kemana kita akan menuju di masa depan.
Fusi PUI bukan semata proses meleburkan dua organisasi menjadi satu, namun juga proses meleburnya rasa ego dan mimpi masing-masing ke dalam sebuah bangunan perjuangan yang lebih besar dan mulia. Mereka melakukannya bukan demi pundi-pundi uang, namun untuk tugas mulia: keselamatan Ummat Islam Indonesia. Atas nama inilah PUI ada dan bertahan ditengah badai sejarah. Maka atas nama ini pula PUI akan mengukir sejarah masa depan dan membangun kebesaran.
Sungguh apa yang dilalui oleh generasi awal PUI jauh lebih berat dan melelahkan dibandingkan apa yang kita hadapi saat ini. Bolehlah kita mengatakan bahwa dahulu musuh kita kasat mata, sementara saat ini lebih canggih. Namun ini bukan alasan buat kita seluruh warga PUI untuk melupakan, mengabaikan bahkan lari dari tanggung jawab utama kita sebagai PUI, yaitu keselamatan Ummat Islam Indonesia dan mewujudkan kebahagiaan dunia akhirat pada Ummat Islam Indonesia. Inilah misi ishlah (perbaikan) yang selama ini digaungkan oleh para tokoh dan pimpinan PUI.
Tak hanya secara organisasi, secara individu pun kita terikat pada “sumpah” ini melalui intisab yang selalu kita baca dan amalkan.Ketiadaan posisi atau jabatan kita dalam organisasi PUI bukanlah alasan untuk tidakmenjalan misi perbaikan PUI. Apalagi bila kita ternyata sedang mengemban amanah organisasi, sudah tentu tanggung jawab itu semakin besar. Apapun peran formal kita, sesungguhnya secara kultural kita harus mengambil peran dan berbuat nyata dalam melakukan perbaikan. Tentu bukan sekedar menjadi aktivis atau pengurus yang sekedar hadir atau nongol di grup WA untuk membuktikan keaktifan atau terlihat mengurus organisasi, tapi kita harus memiliki sesuatu yang bermanfaat langsung.
Membuat impact (dampak) yang jelas, kasat mata dan terukur. Sekecil apapun amaliah itu tetaplah bernilai mulia, daripada kita hanya berpangku tangan dan mengabaikan keadaaan.Menghidupkan semangat (spirit) Fusi PUI artinya membuat dampak (walau sederhana) dari apapun potensi, profesi, posisi dan kebisaan (skill) kita. Karena akumulasi impact dari kita semua adalah batu bata yang menyusun kebesaran PUI.
Kebesaran yang menjadi efek samping dari sebesar apa kita mampu menjaga keselamatan dan membangun kebahagiaan Ummat Islam Indonesia sekaligus mewujudkan cita-cita Kemerdekaan Indonesia . Semoga kita senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan dan perbaikan, karena kita adalah PUI yang mewarisi perjuangan para Pahlawan Pendiri Bangsa Indonesia yang kita cintai ini.
in urīdu illal-iṣlāḥa mastaṭa’tu