Memek, Kuliner Khas Aceh yang Jadi Warisan Budaya Indonesia
Kuliner Nusantara selalu memiliki keanekaragaman dan ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah Memek yang merupakan makanan khas dari Pulau Simeulue, Provinsi Aceh. Tampilan makanan ini mirip dengan bubur. Makanan ini berbahan dasar beras ketan, pisang serta santan.
Kuliner memek menjadi makanan khas Simeuleu, pulau yang berjarak 332km dari ibukota Provinsi Aceh, yakni Banda Aceh. Makanan ini sudah diwariskan secara luas oleh masyarakat Pulau Simeulue, Aceh.
Pada zaman dahulu, masyarakat asli Pulau Simeulue Aceh sering mengunyah beras ketan yang dicampur dengan pisang sehingga hadir istilah mamemek. Mamemek dalam bahasa daerah setempat memiliki arti menguyah beras. Seiring waktu, frasa kata mamemek ini berubah. Hingga saat ini makanan tersebut lebih familiar dengan sebutan memek.
Meskipun nama makanan ini untuk beberapa daerah lain di Indonesia berkonotasi negatif, namun nyatanya memek ini merupakan warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.
Kuliner ini ditetapkan menjadi WBTB terjadi pada tahun 2019 lalu. Pasca penetapan itu tentu menjadikan kuliner ini mendapatkan perlindungan dari ancaman kepunahan dan/atau klaim budaya secara sepihak dari negara lain.
Adapun secara medis, ternyata kuliner ini memiliki beberapa khasiat yang baik untuk tubuh. Diantaranya adalah sebagai sumber karbohidrat, kemudian baik untuk pencernaan, dapat menurunkan berat badan, menekan resiko terhadap jantung, serta meningkatkan imun tubuh.
Cara membuat
Bahan-bahan
- Pisang 10 buah;
- Beras ketan 150 gram;
- Santan Cair 200 ml;
- Gula merah 30 gram;
- Gula pasir 150 gram;
- Garam secukupnya.
Cara Membuat
- Rendam Beran ketan selama beberapa jam;
- Kupas pisang lalu pisang ditumbuk hingga halus seperti bubur;
- Sangrai beras ketan hingga gurih;
- Campurkan pisang yang telah ditumbuk dengan santan, gula, garam, dan beras ketan yang sudah disangrai;
- Kemudian aduk merata hingga berbentuk bubur.
Proses memasak makanan ini cukup memakan waktu, kurang lebih membutuhkan waktu satu jam. Waktu yang paling panjang dibutuhkan untuk memasak/sangrai beras ketan hingga gurih.
Kuliner ini di daerah asalnya, Simeulue Aceh, hanya bisa ditemukan saat momen-momen tertentu saja. Seperti saat Ramadan untuk dijadikan menu berbuka, atau momen-momen lainnya.