Komisi X DPR RI Dukung Kurikulum Merdeka Diterapkan Pada 2.000 Sekolah Penggerak Sebagai Prototype
Anggota Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, mendukung penerapan kurikulum merdeka bisa diterapkan pada 2.000 sekolah penggerak sebagai prototype.
Hal itu ia sampaikan saat mengikuti Workshop Pendidikan, Sosialisasi Kurikulum Dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran di Hotel Grand Sunshine Resort & Convention Soreang Bandung, Sabtu (12/11).
Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, kurikulum merdeka adalah kurikulum darurat. Pasalnya saat pandemi Covid-19 banyak keluhan dari masyarakat terutama yang terbebani dengan belajar online.
“Beberapa waktu lalu para siswa di Indonesia harus melakukan pembelajaran secara online saat pandemi Covid-19. Hal tersebut membuat pemerintah menggencarkan program kurikulum merdeka,” kata Dede Yusuf kepada wartawan.
Melihat hal itu, ia meminta pemerintah untuk melakukan pengurangan beban pembelajaran di sekolah. Sehingga hampir 50 persen bobot pembelajaran bisa dikurangi.
Ia menyebut, pemerintah telah meminta izin untuk penerapan kurikulum merdeka. Namun dalam penerapannya harus mempertimbangkan beberapa hal. Karena pada saat pandemi Covid-19, kondisi status kegawat daruratnya tiap daerah berbeda-beda, tidak bisa dipukul rata.
Untuk itu pihaknya meminta pemerintah melakukan internalisasi terlebih dahulu, jangan dulu menerapkan kurikulum merdeka pada setiap sekolah yang ada di Indonesia.
“Maka, kita meminta, lakukan saja dulu internalisasinya kepada Sekolah Penggerak yang jumlahnya ada 2.000 lebih,” kata Dede.
Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud RI, Drs. Zulfikri, M.Ed, mengatakan jika Kurikulum Merdeka merupakan pilihan dalam rangka pemulihan pembelajaran pasca pandemi Covid-19.
Pasalnya, selama pandemi, pembelajaran anak-anak monoton, hanya menggunakan aplikasi zoom meeting secara online, tidak ada aktivitas nyatanya.
Untuk itu, kurikulum merdeka ini dirancang supaya bisa memberikan ruang untuk setiap anak agar reaktif bertumbuh dan berkembang. Sehingga, anak-anak disekolah didorong untuk beraktifitas nyata di kehidupan sehari-hari.
Ia menyebutkan, penerapan materi pembelajaran pada kurikulum merdeka tidak terlalu dibebankan. Karena selama ini, banyak guru yang khawatir tidak tersampaikannya semua materi pembelajaran.
Kurikulum sebelumnya, menurut Zulfikri, materi pembelajarannya terlalu banyak, Pekerjaan Rumah juga terlalu banyak dan dari sisi administrasi guru juga terlalu dibebani.
Untuk itu, dalam kurikulum merdeka, para guru bisa memilih materi esensialnya saja. Sekolah bisa menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan anak.
“Nah kalau di kurikulum merdeka itu kita simplekan saja. Materinya fokus kepada materi esensial dan sekolah bisa memilih materi esensial yang sesuai dengan kebutuhan anak,” terang Zulfikri.
Ia mengatakan, selama ini kurikulum lebih cenderung untuk memvonis anak dan menilai anak dalam bentuk angka. Sekarang lebih kepada mengetahui apa yang dibutuhkan anak dalam belajar berikutnya.
“Jadi, bagaimana kita memberikan pelayanan kepada anak, sehingga materi-materi pelajaran itu menjadi alat. Dan yang penting, bagaimana anak bisa berkembang dari waktu ke waktu,” terang Zulfikri.