Pemberdayaan Sebagai Alternatif Pendekatan Dalam Pelaksanaan Program Pengabdian Kepada Masyarakat
Pengabdian kepada masyarakat (PPM) bukan hanya pelengkap kegiatan tridarma perguruan tinggi terhadap darma lainnya, yaitu pendidikan/pengajaran dan penelitian, tetapi merupakan program penciri dari suatu perguruan tinggi.
Bahkan PPM dapat disebut sebagai etalase citra perguruan tinggi yang secara langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat luas. Program PPM bertujuan, di antaranya, untuk (1) mengaplikasikan hasil riset di tengah-tengah masyarakat; (2) merealisasikan kepedulian dan empati terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat; (3) mendampingi masyarakat atau kelompok masyarakat di dalam proses pembangunannya; (4) menginspirasi masyarakat untuk terus meningkatkan peran serta di dalam pembangunan; dan (5) memberikan kontribusi positif kepada para pemangku kepentingan di dalam proses pembangunan. Secara filosofis, PPM merupakan wujud konkret dari penerapan ilmu (aksiologi) yang bersifat siklus atau umpan balik (feedback), sehingga “jika dilaksanakan dengan baik, benar, sistematis dan konsisten (sesuai peta jalan dan rencana strategis)”, maka hasilnya bukan hanya memberdayakan dan memandirikan masyarakat serta menguatkan daya saing bangsa, tetapi akan semakin membangun dan menguatkan pendidikan dan penelitian. PPM sangat potensial dilakukan dalam satu bidang ilmu (monodisiplin), antar bidang ilmu serumpun (interdisiplin), ragam bidang ilmu terkait (multidisiplin) dan antar bidang ilmu yang berlainan (transdisiplin), sehingga dapat mengintegrasikan dan menyinergikan seluruh potensi institusi dalam ikatan kerja sama inter dan antar pelaku keilmuan.
Secara praktis, PPM bersifat umum, artinya dapat diterapkan dan dilaksanakan dalam berbagai ruang dan masyarakat (baik di perkotaan, di pinggiran perkotaan maupun di pedesaan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri), dapat dilaksanakan secara mandiri atau melalui kerja sama dengan berbagai pihak terkait (mitra atau stakeholders), serta dapat dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa.
Pelaksanaan PPM dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan yang disesuaikan kondisi para pelaksana dan khalayak sasaran. Terkait dengan pelaksana sangat ditentukan dengan budaya serta atmosfer akademik, kompetensi serta keahlian, dan perkembangan sains dan teknologi yang ada di perguruan tinggi. Demikian juga dengan kondisi sosial budaya masyarakat khalayak sasarannya sangat menentukan bentuk kegiatan PPM yang relevan. Hasil pelaksanaan dan evaluasi PPM dapat digunakan dalam proses pengembangan ipteks, inovasi pembelajaran, dan melahirkan teknologi tepat guna (UU-Nomor-12-Tahun-2012-ttg-Pendidikan-Tinggi, 2012). Oleh sebab itu, pelaksanaan PPM di berbagai universitas di Indonesia mungkin saja mempunyai perbedaan dalam struktur pelaksanaannya.
Universitas Padjadjaran (Unpad) mengembangkan PPM berbasis riset di satu sisi dan nilai manfaat di sisi lain dengan tajuk Unpad bermanfaat. Bentuk-bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan khalayak sasaran masyarakat pedesaan berbenda dengan masyarakat perkotaan dan masyarakat industri. Hal itu membutuhkan pendekatan dan metode yang relevan. Program PPM dapat dilaksanakan sebagai bentuk hilirisasi hasil riset atau diseminasi metode. Para pelaksana kegiatan PPM dapat mempertajam dan memperkaya model yang sesuai dengan karakteristik serta budaya masyarakat.
Untuk memperkaya atau memperkuat teori pemberdayaan tersebut, maka kegiatan PPM dapat dilakukan dalam bentuk pendampingan, dan atau advokasi. Participatory Actions Research (PAR), Community Base Research (CBR), Participatory Research Appraisal (PRA) merupakan metode yang sangat memungkinkan untuk digunakan dalam PPM. (DRPM & Direktorat Inovasi dan Korporasi Unpad, 2023).
Para pelaksana program PPM harus memiliki komitmen bahwa PPM merupakan bagian integral dari sistem pendidikan di perguruan tinggi. Hal itu terbukti dari regulasi yang ada. Sebagai program yang memanfaatkan Ipteks untuk memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan demikian PPM memerlukan topangan metodologis dan pendekatan yang relevan pada pelaksaannya (Muniarty et al., 2021). Metode dan pendekatan yang relevan ini sangat dibutuhkan karena kondisi masyarakat sebagai khalayak sasaran memiliki keragaman sesuai dengan lokasi, potensi, dan masalahnya masing-masing. Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam program PPM. Secara garis besarnya, pendekatan-pendekatan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengembangan dan pemberdayaan.
Dua pendekatan itulah yang sering digunakan dalam upaya memajukan masyarakat, baik oleh instansi pemerintah maupun lembaga sosial masyarakat. Sejatinya PPM itu merupakan ikhtiar menggerakkan masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup oleh mereka sendiri, bukan program yang dilaksanakan hanya lip service. PPM seharusnya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, terencana dengan baik, bermanfaat, dan berdampak bagi kemajuan masyarakat.
Kata “pemberdayaan” merupakan padanan kata “empowerment” dalam Bahasa Inggris. Kata “pemberdayaan” berasal dari kata dasar “daya” yang berarti (1) kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak; (2) kekuatan; tenaga (yang menyebabkan sesuatu bergerak dan sebagainya); (3) muslihat; (4) akal, ikhtiar, dan upaya; serta (5) kemampuan untuk menghasilkan kekuatan maksimal dalam waktu yang minimal. Pemberdayaan merupakan suatu proses atau cara, atau pun juga sebagai suatu perbuatan untuk menuju berdaya. Pengertian proses tadi merujuk pada serangkaian tindakan yang dapat dilakukan secara sistematis dan bertahap. Serangkaian tindakan ini tentunya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan atau kemandirian. Adapun ciri pemberdayaan adalah terwujudnya partisipasi, berbasis masyarakat, dan kemandirian.
Partisipasi berarti `berperan serta` dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; dan peran serta (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016). Jadi partisipasi mensyaratkan keikutsertaan masyarakat atas dorongan sendiri dan tanpa paksaan. Pembangunan dengan basis partisipasi dapat dikategorikan sebagai pembangunan yang efektif dan efisien (Abdul Rahmat & Mira Mirnawati, 2020).
Pemberdayaan dicirikan oleh aktivitas yang bersifat partisipasi dari masyarakat untuk mewujudkan cita-cita pembangunan. Adapun suatu pembangunan yang baik adalah pembangunan yang berbasiskan partisipasi (Abdul Rahmat & Mira Mirnawati, 2020). Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi dalam konsep pembangunan berpusat pada masyarakat sebagai subyek pembangunan (Endah, 2020).
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan (Cholisin, 2011).
Kegiatan-kegiatan PPM itu pun harus berbasis masyarakat, yaitu masyarakat yang dijadikan sasaran kegiatan PPM harus terlibat secara aktif sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Masyarakat bukan berperan hanya sebagai penonton saja yang sama sekali tidak mengetahui adanya kegiatan PPM itu. Demikian juga harus adanya kemandirian di kalangan khalayak sasaran, sehingga masyarakat menyadari betul bahwa kegiatan PPM itu mendorong terwujudnya masyarakat yang mandiri dan tidak tergantung pada pihak luar karena kegiatan PPM sangat terbatas waktunya. Ketika para pelaksana PPM sudah tidak berada lagi di tengah-tengah masyarakat, mereka akan dapat meneruskan kegiatan-kegiatan itu atas dasar kemandirian. Maka jangan sampai terjadi hasil kegiatan PPM tidak tersisa sedikit pun karena sudah ditinggalkan, bahkan bisa dibilang batu nisannya pun tidak ada. Hal itu menunjukkan kegagalan pelaksanaan PPM. Memang diharapkan setiap civitas akademika melakukan kegiatan PPM tantangan yang paling besar adalah khalayak sasaran, yang langsung atau tidak langsung, mengharapkan adanya bantuan atau pemberian seperti sinterklas. Itulah yang sering terjadi ketika pelaksanaan PPM akan dilaksanakan.
Sumedang, 13 Febuari 2024.
Ade Kosasih (Ketua Program Studi Sastra Arab Universitas Padjadjaran).
Isi dari tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis