EkonomiInternasionalNasionalPeristiwa

Indonesia ‘Juara’ Angka Pengangguran di ASEAN, Banggakah?

 

Oleh : Rianny Puspitasari (Pendidik)

Mencengangkan, berdasarkan laporan World Economic Outlook April 2024, IMF (International Monetary Fund) menempatkan Indonesia dengan jumlah pengangguran tertinggi sebesar 5,2 persen. Ini diperoleh dari data tingkat pengangguran (unemployment rate) berdasarkan angkatan kerja atau penduduk berusia 15 tahun ke atas yang sedang mencari pekerjaan. Menurut IMF total pengangguran di Indonesia sampai dengan April 2024 mencapai 14,6 juta jiwa. Angka ini tertinggi diantara negara-negara ASEAN, yakni Filipina 5,1 persen, Malaysia 3,5 persen, Vietnam 2,1 persen, Singapura 1,9 persen dan Thailand 1,1 persen. (Inilah.com, 25/7/24)
Tingkat pengangguran tinggi akan berkorelasi dengan angka kemiskinan yang tinggi pula. Lapangan pekerjaan memiliki peranan krusial dalam usaha pemenuhan kebutuhan individu. Jika rakyat sulit mendapatkan pekerjaan, mereka tidak akan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, baik pangan, sandang, maupun papan. Terlebih di era kapitalisme saat ini dimana pendidikan, kesehatan dan keamanan dikomersialisasi, tentu akan sangat sulit dijangkau oleh rakyat, yang untuk memenuhi perut saja mereka kewalahan. Hal ini seolah menjadi lingkaran setan kemiskinan.

Secara tidak langsung, sebenarnya kondisi ini menunjukkan adanya relevansi hubungan antara individu rakyat dan pemerintah sebagai pengelola negara. Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan lapangan kerja agar individu rakyat dapat memenuhi kebutuhannya. Namun sayang, tidak jarang kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah membuat pengusaha dalam negeri tercekik dan terpaksa gulung tikar. Misalnya terkait impor yang lebih berpihak pada produk luar negeri, beban pajak yang terlalu tinggi, juga berbagai undang-undang yang condong pada korporasi multinasional seperti UU Cipta Kerja. Akhirnya tidak sedikit pekerja yang ‘dirumahkan’ dan menjadi pengangguran.

Baca Juga :  PKS Sumedang Peringati Isra Mi'raj, Soroti Peran Indonesia untuk Palestina

Selain itu, konsekuensi globalisasi saat ini adalah meningkatnya arus jasa antarnegara yang membuat SDM dalam negeri harus berkompetisi dengan SDM lintas negara. Hal ini menjadikan lulusan SMK dan Perguruan Tinggi tidak terserap dunia kerja. Ironisnya, di waktu yang sama negeri ini mengimpor banyak tenaga kerja asing. Lapangan kerja yang terlalu kompetitif di dalam negeri akhirnya memaksa banyak individu memilih mengadu nasib di luar negeri dan menjadi tenaga kerja disana. Tentu hal ini adalah masalah yang tidak bisa diabaikan.

Akar penyebab kondisi ini adalah kekuatan kapitalisme global yang memperburuk ekonomi dunia melalui liberalisasi pasar. Kapitalisme global menjerat negara-negara berkembang dengan berbagai kebijakan ekonomi yang membuka arus barang dan jasa di tengah daya saing yang lemah, seolah memang dari awal sudah dipersiapkan untuk kalah. Namun sayang umat masih terkecoh dengan jebakan berbahaya ini. Inilah wajah asli kapitalisme, sebuah sistem hidup yang rusak dan merusak.

Baca Juga :  PKS Sumedang Peringati Isra Mi'raj, Soroti Peran Indonesia untuk Palestina

Berbeda dengan konsep Islam dalam mengurai pengangguran, penyelesaiannya mendasar dari akar. Islam mewajibkan negara mengurus urusan rakyat secara paripurna. Bekerja adalah salah satu mekanisme untuk memenuhi kebutuhan, maka peranan negara begitu penting dalam membuka lapangan kerja bagi para ayah, suami atau wali yang Allah beri kewajiban untuk mencari nafkah. Negara pun memotivasi dan mengedukasi laki-laki dewasa untuk memaksimalkan upaya dalam memenuhi kewajiban atas nafkah tersebut. Kemudian, negara bertanggung jawab membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk menunaikan amanah sebagai pengurus rakyat. Bisa juga dengan memberi modal untuk para ayah/wali untuk mengembangkan usaha agar taraf hidupnya meningkat. Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw.:

“Sesungguhnya al imam itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam memerintahkan supaya takwa kepada Allah azza wajalla dan berlaku adil, maka dia mendapat pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapat siksa” (HR. Al Bukhari, Muslim, An-Nasa’I, Abu Dawud, Ahmad)

Baca Juga :  PKS Sumedang Peringati Isra Mi'raj, Soroti Peran Indonesia untuk Palestina

Peran negara berikutnya adalah mempersiapkan SDM dengan keahlian dan keterampilan yang mumpuni. Tentu ini tidak bisa diraih dengan proses yang instan. Hal tersebut bisa dilakukan melalui pendidikan formal dengan mendirikan sekolah maupun Pendidikan Tinggi dengan berbagai jurusan. Tentu tujuannya bukanlah seperti pendidikan saat ini yang mempersiapkan lulusan untuk menjadi buruh korporat, tetapi benar-benar untuk menjadi seorang ahli di bidangnya yang akan menjadi SDM berkualitas bagi umat.

Begitu gamblang bagaimana Islam mampu mengurai masalah pengangguran sehingga bisa mencegah tingginya angka kemiskinan. Politik ekonomi Islam akan mampu membuat individu memenuhi kebutuhannya dengan adanya hubungan atau relasi yang apik antara rakyat dengan pemerintah. Namun perlu kita ingat bahwa politik ekonomi Islam ini tidak bisa berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan sistem pemerintahan Islam, sistem pendidikan Islam, sistem pergaulan Islam, sistem sanksi Islam dan lain-lain. Sedangkan yang mampu menerapkan secara keseluruhannya adalah sebuah institusi Islam yang menerapkan hukum syara. Oleh karena itu, sudah saatnya kita hijrah dari sistem hidup kapitalisme menuju sistem hidup Islam yang membawa keberkahan dunia akhirat.

Wallahu ‘alam bisshawwab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Back to top button